Selasa, 10 Maret 2009

Proyeksi dan Sistem Koordinat Pemetaan

I.SISTIM PROYEKSI
Proyeksi adalah suatu cara dalam usaha menyajikan dari suatu bentuk yang mempunyai dimensi tertentu ke dimensi lainnya. Dalam hal ini adalah dari bentuk matematis bumi (Elipsoid atau Elip 3 dimensi) ke bidang 2 dimensi berupa bidang datar (kertas). PROYEKSI dapat dibagi menurut criteria :
Sifat:
1.KONFORM (Bentuk daerah dipertahankan, sehingga sudut-sudut pada peta dipertahankan sama dengan sudut-sudut di muka bumi.)
2.EQUIVALENT (Luas daerah dipertahankan: luas pada peta setelah disesuikan dengan skala peta = luas di asli pada muka bumi.)
3.EQUIDISTANT (Jarak antar titik di peta setelah disesuaikan dengan skala peta sama dengan jarak asli di muka bumi.)
Bidang :
1.AZIMUTHAL ( Bidang proyeksi bidang datar.)
2.KERUCUT (bida Bidang proyeksi bidang selimut kerucut.)
3.SILINDER (Bidang proyeksi bidang selimut silinder.)
Kedudukan Bidang Proyeksi :
1.NORMAL (Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu bola bumi )
2.TRANSVERSAL (Sumbu simetri bidang proyeksi ^ terhadap sumbu bola bumi )
3.OBLIQUE (Sumbu simetri bidang proyeksi miring terhadap sumbu bola bumi)
Persinggungan bidang proyeksi dengan bola bumi:
1.Proyeksi Tangen: Bidang proyeksi bersinggungan dengan bola bumi.
2.Proyeksi Secant: Bidang Proyeksi berpotongan dengan bola bumi.
3.Proyeksi "Polysuperficial": Banyak bidang proyeksi
Cara penurunan peta:
1.Proyeksi Geometris: Proyeksi perspektif atau proyeksi sentral.
2.Proyeksi Matematis: Semuanya diperoleh dengan hitungan matematis.
3.Proyeksi Semi Geometris: Sebagian peta diperoleh dengan cara proyeksi dan sebagian lainnya diperoleh dengan cara matematis.
Pertimbangan dalam pemilihan proyeksi peta untuk pembuatan peta skala besar adalah:
Distorsi pada peta berada pada batas-batas kesalahan grafis.
Sebanyak mungkin lembar peta yang bisa digabungkan
Perhitungan plotting setiap lembar sesederhana mungkin
Plotting manual bisa dibuat dengan cara semudah-mudahnya
Menggunakan titik-titik kontrol sehingga posisinya segera bisa diplot.

Gambar I.1: Jenis bidang proyeksi dan kedudukannya terhadap bidang datum
Peristilahan Dalam Proyeksi Peta
Beberapa ketentuan yang berhubungan dengan pemodelan bumi sebagai spheroid adalah:
a. Meridian dan meridian utama
b. Paralel dan paralel NOL atau ekuator.
c. Bujur (longitude - j ), Bujur Barat (0° - 180° BB) dan Bujur Timur (0° - 180° BT)
d. Lintang ( latitude - l ), Lintang Utara (0° -90° LU) dan Lintang Selatan (0° –90° LS)

Gambar I.2: Bumi sebagai spheroid.

Bidang Datum Dan Bidang Proyeksi:
Bidang datum adalah bidang yang akan digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang diketahui koordinatnya (j ,l ). Bidang proyeksi adalah bidang yang akan digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang diketahui koordinatnya (X,Y).

Ellipsoid:
a. Sumbu panjang (a) dan sumbu pendek (b)
b. Kegepengan ( flattening ) - f = (a - b)/b

Gambar 1.3: Geometri elipsoid.
c. Garis geodesic adalah kurva terpendek yang menghubungkan dua titik pada permukaan elipsoid.
d. Garis Orthodrome adalah proyeksi garis geodesic pada bidang proyeksi.
e. Garis Loxodrome ( Rhumbline) adalah garis (kurva) yang menghubungkan titik-titik dengan azimuth a yang tetap.

Gambar 1.4: Rhumbline atau loxodrome menghubungkan titik-titik dengan azimuth a yang tetap.

Gambar 1.5: orthodrome dan loxodrome pada proyeksi gnomonis dan proyeksi mercator.

Proyeksi Polyeder
Sistem proyeksi Kerucut, Normal, Tangent dan Konform

Gambar 1.6: Proyeksi kerucut: bidang datum dan bidang proyeksi.

Gambar 1.7: Proyeksi polyeder: bidang datum dan bidang proyeksi.
Digunakan untuk daerah 20' x 20' ( 37 km x 37 km ), sehingga bisa memperkecil distorsi. Bumi dibagi dalam jalur-jalur yang dibatasi oleh dua garis paralel dengan lintang sebesar 20' atau tiap jalur selebar 20' diproyeksikan pada kerucut tersendiri. Bidang kerucut menyinggung pada garis paralel tengah yang merupakan paralel baku - k = 1.
Meridian tergambar sebagai garis lurus yang konvergen ke arah kutub, ke arah KU untuk daerah di sebelah utara ekuator dan ke arah KS untuk daerah di selatan ekuator. Paralel-paralel tergambar sebagai lingkaran konsentris. Untuk jarak-jarak kurang dari 30 km, koreksi jurusan kecil sekali sehingga bisa diabaikan. Konvergensi meridian di tepi bagian derajat di wilayah Indonesia maksimum 1.75'.

Gambar 1.8: Lembar proyeksi peta polyeder di bagian lintang utara dan lintang selatan

Gambar 1.9: Konvergensi meridian pada proyeksi polyeder.
Secara praktis, pada kawasan 20' x 20', jarak hasil ukuran di muka bumi dan jarak lurusnya di bidang proyeksi mendekati sama atau bisa dianggap sama. Proyeksi polyeder di Indonesia digunakan untuk pemetaan topografi dengan cakupan: 94° 40 BT - 141° BT, yang dibagi sama tiap 20' atau menjadi 139 bagian, 11° LS - 6° LU, yang diabgi tiap 20' atau menjadi 51 bagian. Penomoran dari barat ke timur: 1, 2, 3, ... , 139, dan penomoran dari LU ke LS: I, II, III, ... , LI.

Penerapan Proyeksi Polyeder di Indonesia
Sistem Penomoran Bagian Derajat Proyeksi Polyeder Peta dengan proyeksi Polyeder dibuat di Indonesia sejak sebelum Perang Dunia II, meliputi peta-peta di pulau Jawa, Bali dan Sulawesi. Wilayah Indonesia dengan 94° 40' BT - 141° BT dan 6° LU - 11° LS dibagi dalam 139 x LI bagian derajat, masing-masing 20' x 20'. Tergantung pada skala peta, tiap lembar bisa dibagi lagi dalam bagian yang lebih kecil.

Cara Menghitung Pojok Lembar Peta Proyeksi Polyeder
Setiap bagian derajat mempunyai sistem koordinat masing-masing. Sumbu X berimpit dengan meridian tengah dan sumbu Y tegak lurus sumbu X di titik tengah bagian derajatnya. Sehingga titik tengah setiap bagian derajat mempunyai koordinat O.
Koordinat titik-titik lain seperti titik triangualsi dan titik pojok lembar peta dihitung dari titik pusat bagian derajat masin-masing bagian derajat. Koordinat titik-titik sudut (titik pojok) geografis lembar peta dihitung berdasarkan skala peta, misal 1 : 100 000, 1 : 50 000, 1 : 25 000 dan 1 : 5 000.
Pada skala 1 :50 000, satu bagian derajat proyeksi polyeder (20' x 20') tergambar dalam 4 lembar peta dengan penomoran lembar A, B, C dan D. Sumbu Y adalah meridian tengah dan sumbu X adalah garis tegak lurus sumbu Y yang melalui perpotongan meridian tengah dan paralel tengah. Setiap lembar peta mempunyai sistem sumbu koordinat yang melalui titik tengah lembar dan sejajar sumbu X,Y dari sistem koordinat bagian derajat.

Keuntungan dan Kerugian Sistem Proyeksi Polyeder

Keuntungan proyeksi polyeder:
Kareana perubahan jarak dan sudut pada satu bagian derajat 20' x 20', sekitar 37 km x 37 km bisa diabaikan, maka proykesi ini baik untuk digunakan pada pemetaan teknis skala besar.

Kerugian proyeksi polyeder:
a. Untuk pemetaan daerah luas harus sering pindah bagian derajat, memerluka tranformasi koordinat,
b. Grid kurang praktis karena dinyatakan dalam kilometer fiktif,
c. Tidak praktis untuk peta skala kecil dengan cakupan luas,
d. Kesalahan arah maksimum 15 m untuk jarak 15 km.

Proyeksi Universal Traverse Mercator ( UTM ):
UTM merupakan sistem proyeksi Silinder, Konform, Secant, Transversal
Ketentuan selanjutnya:
Bidang silinder memotong bola bumi pada dua buah meridian yang disebut meridian standar dengan faktor skala 1. Lebar zone 6° dihitung dari 180° BB dengan nomor zone 1 hingga ke 180° BT dengan nomor zone 60. Tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri. Perbesaran di meridian tengah = 0.9996 Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84° LU dan 80° LS.

Gambar 1.10: Kedudukan bidang proyeksi silinder terhadap bola bumi pada proyeksi UTM

Gambar 1.11: Proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi.

Gambar 1.12: Pembagian zone global pada proyeksi UTM.
Pada kedua gambar tersebut, ekuator tergambar sebagai garis lurus dan meridian-meridian tergambar sedikit melengkung. Karena proyeksi UTM bersifat konform, maka paralel-paralel juga tergambar agak melengkung sehingga perpotongannya dengan meridian membentuk sudut siku. Ekuator tergambar sebagai garis lurus dan dipotong tegak lurus oleh proyeksi meridian tengah yang juga terproyeksi sebagai garis lurus melalui titik V dan VI. Kedua garis ini digunakan sebagai sumbu sistem koordinat (X,Y) proyeksi pada setip zone.
Sistem grid pada proyeksi UTM terdiri dari garis lurus yang sejajar meridian tengah. Lingkaran tempat perpotongan silinder dengan bola bumi tergambar sebagai garis lurus. Pada daerah I, V, II dan III, VI, IV gambar proyeksi mengalami pengecilan, sedangkan pada daerah IA, IIB, IIIC dan IVD mengalami perbesaran. Garis tebal dan garis putus-putus pada gambar menunjukkan proyeksi lingkaran-lingkaran melalui I, II, III dan IV yang tidak mengalami distorsi setelah proyeksi.
Konvergensi Meridian:

Gambar 1.13: Konvergensi Meridian pada proyeksi UTM

Ukuran Lembar Peta dan Cara Menghitung Titik Sudut Lembar Peta UTM
Susunan Sistem Koordinat
Ukuran satu lembar bagian derajat adalah 6° arah meridian 8° arah paralel (6° x 8° ) atau sekitar (665 km x 885 km). Pusat koordinat tiap bagian lembar derajat adalah perpotongan meridian tengah dengan "paralel" tengah. Absis dan ordinat semu di (0,0) adalah + 500 000 m, dan + 0 m untuk wilayah di sebelah utara ekuator atau + 10 000 000 m untuk wilayah di sebelah selatan ekuator.
Gambar 1.14 dan 1.15 menunjukkan sistem koordinat dan faktor skala pada setiap lembar peta. Perhatikan pada absis antara 320 000 m – 500 000 m dan 680 000 m – 500 000 m terjadi pengecilan faktor skala dari 1 ke 0.9996. Sedangkan pada selang diluar kedua daerah ini terjadi perbesaran faktor skala. Misalnya, pada tepi zone atau sekitar 300 km di sebelah barat dan timur meriadian tengah, untuk jarak 1 000 m pada meridian tengah akan tergambar 1.000 070 x 1 000 m = 1 000.70 m, atau terjadi distorsi sekitar 70 cm / 1 000 m.

Gambar 1.14: Sistem koordinat proyeksi peta UTM.

Gambar 1.15: Grafik faktor skala proyeksi peta UTM.
Lembar Peta UTM Global
Penomoran setiap lembar bujur 6° dari 180° BB – 180° BT menggunakan angka Arab 1 – 60. Penomoran setiap lembar arah paralel 80° LS – 84° LU menggunakan huruf latin besar dimulai dengan huruf C dan berakhir huruf X dengan tidak menggunakan huruf I dan O.Selang seragam setiap 8° mulai 80° LS – 72° LU atau C – W. Menggunakan cara penomoran seperti itu, secara global pada proyeksi UTM, wilayah Indonesia di mulai pada zone 46 dengan meridian sentral 93° BT dan berakhir pada zone 54 dengan meridian sentral 141° BT, serta 4 satuan arah lintang, yaitu L, M, N dan P dimulai dari 15° LS – 10° LU.
Lembar Peta UTM Skala 1 : 250 000 di Indonesia . Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 250 000 adalah 1 ½° x 1° . Sehingga untuk satu bagian derajat 6° x 8° terbagi dalam 4 x 8 = 32 lembar.
Angka Arab 1 - 31 untuk penomoran bagian lembar setiap 1 ½° pada arah 94½° BT – 141° BT. Angka Romawi I – XVII untuk penomoran bagian lembar setiap 1° pada arah 6° LU – 11° LS.
Lembar Peta UTM Skala 1 : 100 000 di Indonesia . Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 100 000 adalah 30’ x 30’. Satu lembar peta skala 1 : 250 000 dibagi menjadi 6 bagian lembar peta skala 1 : 100 000.
Angka Arab 1 – 94 untuk penomoran bagian lembar setiap 30’ pada arah 94° BT – 141° BT. Angka Arab 1 - 36 untuk penomoran bagian lembar setiap 30’ pada arah
6° LU – 12° LS.
Lembar Peta UTM Skala 1 : 50 000di Indonesia . Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 50 000 adalah 15’ x 15’. Satu lembar peta skala 1 : 100 000 dibagi menjadi 4 bagian lembar peta skala 1 : 50 000. Penomoran menggunakan angka Romawi I, II, III dan IV dimulai dari pojok kanan atas searah jarum jam.
Lembar Peta UTM Skala 1 : 25 000 di Indonesia . Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 25 000 adalah 7 ½ ’ x 7 ½ ’. Satu lembar peta skala 1 : 50 000 dibagi menjadi 4 bagian lembar peta skala 1 : 25 000. Penomoran menggunakan huruf latin kecil a, b, c dan d dimulai dari pojok kanan atas searah jarum jam.
Kebaikan Proyeksi UTM
Proyeksi simetris selebar 6° untuk setiap zone, Transformasi koordinat dari zone ke zone dapat dikerjakan dengan rumus yang sama untuk setiap zone di seluruh dunia, Distorsi berkisar antara - 40 cm / 1 000 m dan 70 cm / 1 000 m.
Proyeksi TM-3°
Sistem proyeksi peta TM-3° adalah sistem proyeksi Universal Tranverse Mercator dengan ketentuan faktor skala di meridian sentral = 0.9999 dan lebar zone = 3° . Sistem proyeksi ini, sejak tahun 1997 digunakan oleh bekas Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai sistem koordinat nasional menggunakan datum absolut DGN-95.
Ketentuan sistem proyeksi peta TM-3° :
a. Proyeksi : TM dengan lebar zone 3°
b. Sumbu pertama (Y) : Meridian sentral dari setiap zone
c. Sumbu kedua (X) : Ekuator
d. Satuan : Meter
e. Absis semu (T) : 200 000 meter + X
f. Ordinat semu (U) : 1 500 000 meter + Y
g. Faktor skala pada meridian sentral : 0.9999
I.SISTIM KOORDINAT.
Koordinat adalah pernyataan besaran geometrik yang menentukan posisi satu titik dengan mengukur besar vektor terhadap satu Posisi Acuan yang telah didefinisikan.
Posisi acuan dapat ditetapkan dengan asumsi atau ditetapkan dengan suatu kesepakatan matematis yang diakui secara universal dan baku. Jika penetapan titik acuan tersebut secara asumsi, maka sistim koordinat tersebut bersifat Lokal atau disebut Koordinat Lokal dan jika ditetapkan sebagai kesepakatan berdasar matematis maka koordinat itu disebut koordinat yang mempunyai sistim kesepakatan dasar matematisnya.
Sebagai contoh:
Pada Proyeksi UTM, sistim koordinat yang digunakan adalah Orthmetrikl 2 Dimensi, dengan satuan mete,r kesepakatan posisi titik Acuan berada di pusat proyeksi yaitu perpotongan proyeksi garis Meridian Pusat pada Zone tertentu dengan lingkaran Equator dan di-definisikan sebagai :N(orth) : 10,000,000 m E(ast) : 500,000 m
Penentuan Zone: Zone ditentukan dengan :

Dimana : Bujur = Bujur ditengah daerah Pemetaan 3ยบ = Lebar 0.5 Zone 30 = Nomor Zone di Greenwich
Kesimpulan, Parameter Koordinat UTM terdiri dari komponen North/East dan informasi Zone. (Kontur bukan merupakan parameter koordinat.)
Pada Sistim Proyeksi Lokal, titik acuan dapat berupa Patok, Paku, Pojok Bangunan dll, dengan asumsi nilai X,Y sebarang, dengan arah Utara Grid sebarang. Koordinat ini dapat pula disebut Koordinat Relatip. Jika pada kemudian hari koordinat “Patok” tersebut dapat ditentukan hubungannya terhadap Sistem Koordinat Nasional, maka Sistim Koordinat dapat diubah menjadi Sistem Koordinat Baku. Proses ini disebut juga TRANSFORMASI.
KESIMPULAN DIHUBUNGKAN DENGAN KONSEP GIS
Karena Sistim Informasi Geografi (GIS) merupakan metoda sajian terpadu, maka semua data masukan spasial maupun tabular harus berupa data terpadu. Artinya, kesatuan Sistim Koordinat untuk data spasial, kesatuan ID untuk data tabular, kesatuan dalam me-manage data untuk sasaran informasi tersebut agar dapat dimanfaatkan secara maksimal. Fungsi Sistim Proyeksi dan transformasi sangat memegang peranan sangat penting.
Hal lain yang perlu diingat bahwa konsep GIS memanfaatkan pula jaringan data antar Pusat dengan Daerah, antar Instansi yang bersifat Nasional , yang sangat berguna untuk analisis terhadap suatu dampak dari perubahan data yang masuk dalam cakupan yang lebih luas. Jadi kesatuan dalam Sistim Koordinat adalah mutlak dalam konsep GIS.
Setelah dipahami tiga Konsep ( Proyeksi, Koordinat, Transformasi ) diatas, dapat disimpulkan bahwa data masukan spasial (peta) mutlak harus mempunyai kesatuan dalam hal Spheroid dan Sistim Koordinat, yaitu UTM dengan Elipsoid Acuan WGS84 ( Parameter ini telah baku untuk peta rupa bumi Nasional ), jika data tersebut tidak dalam sistim tersebut maka perlu dilakukan transformasi Koordinat sebelumnya.

1 komentar:

  1. saya mohon bantuan sy mendapatkan koodinat entah itu koordinat lokal atau apa sy tdak mengerti ini titik koordinatnya N 98164.74 E 96024.42 bagaimana menjadikan koordinat geografis baik latlong maupun utm

    BalasHapus